Bagaimana Bisa Seperti itu Padahal Iman Didada Belum Seperti Sahabat

Sebuah Cerita Pendek

Disebuah tempat dimana langit telihat biru dengan hamparan pasir dan hamparan air yang berkilau yang tak tampak ujungnya. Dikejauhan seolah - olah langit yang biru dan hamparan air yang berkilau bertemu pada satu titik lurus yang enteh dimana tepinya.

Angin bertiup sangat lembut sehingga air yang terhampar seperti tidak terganggu karena hembusannya. Bagitupun seorang pemuda yang berdiri di sana sambil menatap langit dan air yang terhampar tersebut tak merasa terganggu sedikitpun, bahkan pemuda ini justru merasakan ketenangan yang luar biasa, namun diantara ketenangan dan keindahan yang sedang disaksikannya tersebut pemuda ini meteskan air matanya.

Pemudah ini memandang takjub dengan semua yang disaksikannya itu, betapa indahnya, betapa megahnya semua yang dilihat ini sementara diranya berdiri disana hanya berupa seorang manusia yang ternyata sangat kecil sekali dibanding apa yang sedang dilihatnya tersebut. 

Makin deraslah airmata yang mengalir dipipinya ketika melihat langit yang luas, pasir, air yang terhampar yang entah dimana ujungnya tampaknya tak pernah berhenti dari tugasnya. Setiap hari dia saksikan air terus menampingin tanah dan langit. Sementara langit terus luas melindungi apa yang ada dibawahnya mereka tak pernah lelah sedikitpun walau hanya satu hari.

Sementara pemuda itu merasa dalam dirinya itu lelah, cape, dalam menjalani kehidupan ini. Terkadang lelah  karena sering dibuli, lelah kerena merasa tidak berguna, lelah karena disepelekan orag lain, bahkan lelah sekali menghadapi kenyataan hidup yang tidak mulus sesuai maunya dia, bahkan lelah karena hidupnya begitu - begitu saja. Namun ketika melihat hamparan air yang luas, langit yang tanpa batas pemuda ini menangis dan berkata meraka lebih berat dariku tapi mereka tak pernah mengeluh.

Seolah langit dan hamparan air dan pasir berkata padanya "elu lebih ringan bro dari kami, dan kami menjalankannya dengan sepenuh hati tanpa cang cing cong!"

Pemuda itupun semakin menangis, dan teringat akan ibadahnya yang selama ini dilakukannya yang justru lebih sering hanya asal-asalan dan cenderung hanya untuk mengugurkan kewajiban saja atau hanya ingin dilihat temannya saja, orang tua, orang lain dan berharap dimaklumi karena kondisi ini dan itu.

Dia perpikir bagaimana bisa seperti itu padahal iman didadanyapun belum seperti sahabat nabi apalagi seperti nabi. 
Nangis semakin menjadi ketika semakin diingat apa yang sudah dilakukannya selama ini apakah berguna atau tidak bagi dirinya. Tersungkurlah sang pemuda tersebut memohon ampun dan mohon petolongan Yang Maha Kuasa supaya imannya kuat amalnya kuat dan diridhoiNya, seperti langit dan air yang terus patuh meskipun angin dan awan selalu menjadi tantangan.

Pemuda itupun bangkin, berdiri kemudian mengangkat tangan dan lirih berkata dengan penuh tanaga La Ilaha Illaloh Muhammadarosululloh.

Ia bertekad apa yang akan dilakukan setelahnya tidak lain tidak tidak bukan hanyalah karena ingin beribadah lebih baik kepada Alloh Tuhan Semesta Alam. Ingin seperti langit yang tidak pernah mengeluh, begitupun air yang terhampar, gunung, tanah, angin, api semua tidak pernah mengeluh. Biarlah beda karena beda itulah jadi berpungsi.

Motivasi Kehidupan
***----***

Posting Komentar untuk "Bagaimana Bisa Seperti itu Padahal Iman Didada Belum Seperti Sahabat"